Beberapa hari setelah Hari Raya Idul Fitri, saat lebih dari separuh penduduk kota ini kembali ke kampung halamannya masing-masing, Jakarta seperti tersulap malaikat ketenangan. Seperti anak kecil yang takjub melihat pesawat yang terbang rendah, aku hampir menjulurkan kepalaku keluar dari jendela KOPAJA 612, saat ia melenggang bak peragawati disepanjang Mampang, melewati fly over tanpa mengambil napas dan membusungkan dada pada MT Haryono. Pemandangan yang takkan terjadi mulai hari senin. Metromini dan semua kendaraan umum bergerak dalam kecepatan tinggi dan menggoncang-goncang penumpang didalamnya, saking kosong isinya. Aku baru menyadari betapa bobroknya kendaraan yang aku tumpangi setiap hari disaat-saat seperti ini, tapi aku tidak lagi peduli.
Aku berhenti bersungut-sungut tentang kota ini. Seperti Ruby Pier, yang ternyata adalah surga bagi Eddie diujung hidupnya. Aku melihat kota ini sebagai sumber semua lampu-lampu pijar yang kapan saja muncul dari otakku. Aku berhenti bertanya mengapa aku harus ada di kota ini? Aku benar-benar berhenti bertanya....
Kemarin, aku menemani dua orang ibu yang dalam waktu singkat melupakan tujuan mereka (membeli beberapa baju kerja di butik langgananku) ketika melewati toko baju anak. Mereka berhamburan masuk ke dalam toko, dan dalam sedetik larut dalam memilih-milih baju-baju anak. Ya, mereka adalah ibu-ibu dengan (paling banyak) dua anak. Setengah jam berlalu dan mereka belum selesai. Aku memilih untuk duduk ditangga karena lelah berdiri, sungguh bukan karena bosan. Karena aku menikmati apa yang mereka lakukan, sebagai bahan imajinasiku.
Aku ada disaat ini, tidak mengetahui mengapa aku harus menjadi satu-satunya wanita yang belum berkeluarga di kantor ini. Tidak mengetahui mengapa aku harus bekerja disini. Banyak orang bergerak didepanku, melakukan semua hal yang belum dapat atau tidak dapat kulakukan.
Seperti Eddie, banyak hal dalam hidup yang baru dapat kita mengerti lama setelah hal itu terjadi atau di akhir hidup kita. Tidak ada yang kebetulan, dan tidak ada yang tak berguna. Aku menghargai setiap detiknya. Hari ini, aku bukan seorang ibu untuk menyaksikan, menyaring, mengambil apapun makna dari ibu-ibu yang lain. Aku berhenti bertanya tentang itu..... Aku tidak akan pernah mengerti sebelum waktunya aku mengerti.
Seperti perpisahannya dengan Marquiritte, aku memandang begitu banyak pertanyaan mengapa aku harus kehilangan impian-impianku dengan orang yang sangat-sangat aku cintai. Aku meneliti setiap pertanyaan-pertanyaan itu. Aku mendapati bahwa aku selalu berusaha memberikan jawaban sendiri untuk setiap pertanyaan dan karena ketidakpuasanku, selalu ada pertanyaan selanjutnya.
Aku kembali sadar bahwa... Aku harus berhenti bertanya. Karena aku berhak mendapatkan jawabannya disaat yang tepat.
Thanks Mitch......
Congratulations Eddie... what a great life !
i have one here...
my life...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar