Rabu, 05 November 2008

Sebuah Pemberian


foto : satu set perlengkapan dari kayu dari mas kia

S ebelum membaca tulisan ini, pastikan kita pernah melakukan judul diatas... MEMBERI..
Apapun bentuknya!!! Entah sepotong kue, secarik kertas, atau satu unit mobil baru atau satu kalimat pujian kepada seseorang. Dan pastikan bahwa ada orang-orang yang pernah merasakan pemberian kita. Orang tua, pacar, suami, istri, teman, pengemis, atau pengamen. Kalau sudah, maka apa yang sering menjadi pembahasan dalam hal memberi adalah wujud pemberiannya.

'Mo beliin hadiah apa ya buat dia?' atau 'Enaknya kasih apa ya?' malah terkadang 'Ngga enak nih udah dua tahun dia ulang tahun gue ngga kasih kado, padahal dia selalu kasih kado.' (anda mungkin tersenyum karena pernah mengatakan itu semua)

Hari ini, mari kita bicara tentang 'pemberian yang terencana' dan menghindari waktu kita tersita untuk dua jam berkeliling di pusat perbelanjaan hanya untuk mencari alternatif pemberian kita, lalu akhirnya lelah dan 'memberi seadanya'.

Hanya ingin berbagi, inilah hal-hal yang saya temukan dalam pengalaman saya tentang 'pemberian' :


Apa yang harus diberi?

Apakah ini masalah? Seharusnya tidak jika kita mengenal orang yang akan menerima pemberian ini...
Saya selalu belajar dari bagaimana cara Tuhan memberi kita sesuatu yang 'kita butuhkan' yang terkadang bukan yang 'kita inginkan'.

Jika kita mengenal orang itu, tentu kita tahu apa yang ia butuhkan. Mungkin ia sendiri tidak tahu bahwa ia membutuhkannya, dan tidaklah salah jika kita membuat ia sadar bahwa ia membutuhkannya.
Kalau kita memperhatikan kehidupan seseorang, pasti kita menyadari bahwa dia selalu kerepotan dengan kunci-kuncinya yang sangat banyak, sehingga kita memberinya dompet kunci untuk mengorganisir kunci-kunci itu. Atau kita melihat kaos kakinya yang sudah berlubang dan membelikannya sepasang kaos kaki baru, melihat betapa sulitnya ia meraih uang receh saat membayar angkot lalu memberinya sebuah dompet kecil.

Kita bahkan dapat menyingkapkan potensi seseorang dengan pemberian kita. Betapa tidak? Pernahkah kita perhatikan, apa yang teman sebelah meja kita lakukan ketika ia sedang bosan? Ia mungkin mulai menggambar objek - objek tak terkira dibuku catatannya. Dan kita sendiri kagum dengan hasil-hasilnya. Lalu kita berikan dia satu set peralatan gambar yang kemudian menghasilkan karya-karya pertamanya karena 5 tahun kemudian ia menjadi seorang desainer terkenal.
Atau kita melihat bahwa ia tidak pernah berhenti menggunakan kamera sakunya untuk mengabadikan moment-moment tak terduga. Lalu kita membuatkan baginya sebuah website pribadi yang memuat hasil - hasil fotonya.

Apa yang tidak pernah dialami oleh seseorang dapat menjadi hadiah yang tak terlupakan. Bagi seorang yang tak pernah merayakan hari ulang tahun seumur hidupnya, maka sebuah perayaan kecil adalah hal yang akan membekas dalam hidupnya.

Melengkapi dan memperindah apa yang sudah ada. Apa yang kira-kira membuatnya kelihatan lebih cantik? Perhiasan seperti apa yang menonjolkan kulit indahnya? Tas kerja warna apa yang kira-kira cocok dengan jaket motornya? Topi apa yang cocok dengan wajah ovalnya?

Memperbaiki apa yang kurang. Kakinya cenderung 'O' jadi lebih baik belikan celana seperti apa?

Banyak orang mengatakan lebih mudah memilih hadiah untuk orang terdekat kita ketimbang teman kantor atau petugas keamanan kantor.

Seharusnya tidak!!!!!!! Karena jika kita merasa demikian, berarti kita tidak pernah memperhatikan kehidupan orang lain, bahkan dari detail yang kita lihat sehari-hari.

Harga sebuah pemberian?
Mahal atau tidak mahal?
Seharusnya kita tahu jawabannya jika kita mengerti dengan benar apa yang kita berikan berdasarkan hal diatas. Seberapa mahal itu ?

Sebuah pemberian yang berdasarkan pengetahuan terhadap si penerima hadiah, harganya sangat mahal semurah apapun nilai nominalnya. Sebuah pemberian yang tanpa didasari pengetahuan tentang orang yang menerima, sangat murahan semahal apapun nilai nominalnya.

Seberapa besar usaha untuk memberi?

Apakah kita mencari hadiah sambil berbelanja bulanan, atau kita khusus keluar rumah untuk itu? Apakah kita menyerah dalam mencari dan begitu mudahnya membeli alternatif diluar yang sudah kita rencanakan dari rumah?
Kita mungkin harus menghabiskan pulsa kita ketika harus menghubungi teman-teman yang ingin patungan dengan kita. Atau harus menjemput satu-persatu undangan dalam pesta kejutan kecil yang sudah kita persiapkan, harus menghabiskan satu sampai dua jam waktu tidur kita untuk membungkus kado, dan serangkaian perjalanan sampai si hadiah itu sampai ketangan atau dapat dirasakan oleh si penerima, semua itu berharga sangat mahal!!!!

Bagaimana dengan hati?

Pernahkah terlintas bahwa apa yang kita berikan adalah sesuatu 'nomer 2' bagi kita?

Misalnya jika kita ingin memberi peralatan make up kepada sesama teman wanita maka ia tidak boleh mendapatkan merek yang sama dengan kita atau paling tidak ia boleh mendapatkan kualitas nomer duanya. Atau jika kita membelikan pakaian kepada pembantu rumah tangga kita, kita pilihkan saja yang bahannya panas dan harga nya murah.

Kita yang menilai hati kita saat kita memberi... Apakah kita akan malu jika memberi dengan posisi hati demikian? Karena kita juga (kalau mau jujur) dapat menilai sendiri harga pemberian kita.

Kita sendiri juga yang memilih apakah sebuah pemberian akan sampai pada dikagumi, membekas dihati, atau yang tertinggi menjadi bagian sejarah hidup seseorang. Pilihan itu ada ditangan kita, dan waktu untuk memilih adalah sepanjang kita hidup...

Jadi, jika memberi itu tidak sulit... maka tuntutan untuk lebih banyak memberi daripada menerima pun tidak sulit...

Salam!!!


Tidak ada komentar: